Selasa, 11 Juni 2013

Rahasia di Balik Angka-Angka

13483045931665750638

Secara sederhana angka memang tidak menyimpan rahasia apapun, kecuali sebagai media perhitungan. Mewakili jumlah “sesuatu”. Namun, tidak jarang pula orang suka mengotak-atik angka untuk dicari maknanya. Bahkan, ada beberapa angka sangat digandrungi sebab diyakini membawa keberuntungan. Begitu pula, ada angka yang dijauhi, tidak diminati sebab bisa membawa sial. Begitulah, kenyataannya angka tidak berhenti hanya sebagai perhitungan tetapi mempengaruhi peruntungan dan kebuntungan.

13 merupakan angka yang sangat tidak disukai. Konon, angka tersebut angka naas, angka sial atau sejenisnya. Padahal kalau dipikir-pikir, bukankah 13 juga angka selayaknya angka 12, 11, 14 atau yang lainnya. Tetapi, mengapa banyak yang menghindari? Sedangkan angka 9 diyakini angka yang baik, meski kebaikan seperti apa juga tidak diketahuinya?

Apakah masalah beruntung-celakanya dari angka sebetulnya hanya sugesti mental, tahayul-tahayul yang berurat akar pada masyarakat? Ataukah memang angka-angka, kombinasinya menyimpan kekuatan di dalamnya? Sehingga dia (angka) bukan lagi sebagai alat pembilang suatu hal semata?

Bidang numerology dan daya magis angka telah menarik perhatian umat manusia selama ribuan tahun. Matahari dan bulan, sebagai tanda-tanda dalam buku agung alam semesta menjadikan manusia merasa bahwa angka-angka memiliki berbagai keistimewaan khusus yang bukan hanya mengelilingi serta menunjukkan ruang dan waktu dalam rumusan-rumusan abstrak, melainkan juga menjadi bagian dari sebuah sistem hubungan yang misterius dengan bintang-bintang dan berbagai fenomena alam lainnya. Pengetahuan tentang makna dan rahasia angka-angka tercermin dalam adat-istiadat, cerita rakyat, kesusastraan, arsitektur, dan musik yang dipandang sebagai memanifestasikan harmoni kehidupan. Simbolisme angka memang sangat beragam, dan berbagai kesamaan yang menakjubkan dalam menafsirkan angka-angka bisa ditemukan dalam berbagai kebudayaan yang berbeda.



Buku “The Mystery of Numbers (Miseri Angka-Angka)” yang ditulis oleh Annemarie Schimmel ini mencoba menelusuri kepercayaan-kepercayan mengenai angka dari berbagai peradaban kuno dan tradisi agama Islam, Yahudi, dan Kristen.

Setiap peradaban memiliki tanda-tanda angkanya sendiri. Kita bisa membayangkan quipus (tali-tali yang diikat dengan berwarna-wrni untuk mencatat kejadian atau mengirim berta di zaman dahulu) di mana utang-utang digoreskan dengan garis-garis yang berbeda. Ungkapan dalam bahasa Jerman, Etwas auf dem kerbholz haben, “memiliki seuatu tentang catatan seseorang”, dalam pengertian bahwa ia telah melakukan sejumlah dosa atau pelanggaran, mencerminkan cara berhitung terkemudian.

Angka Arab, seperti yang telah kita kenal dan dipakai sekarang, mengikuti huruf-huruf semitik kuno, yang disebut abjad, dan karena setiap huruf memiliki makna ganda, kita dapat dengan mudah membentuk hubungan antara nama-nama, kata-kata yang bermakna, dan angka-angka.dalam tradisi Islam seni mengasilkan kronogram-kronogram yang elegan dan sangat maju, dan pada waktu-waktu kemudian judul sebuah buku bisa digunakan untuk mencatat tanggal selesai penerbitannya: judul sebuah buku dalam bahasa Persia, Bagh u Bahar (Taman dan Musim Semi), misalnya, menunjukkan nilai angkanya (2+1+1000+6+2+5+1+2+200), yang berarti bahwa buku ini disusun tahun 1216 H (1801/2 M).

Kepercayaan kuno pada tatanan angka telah menggiring, seperti dalam kasus Kepler, pada penemuan-penemuan ilmiah, tetapi jauh lebih sering mendorong pada manipulasi-manipulasi magis. Kepercayaan pada kekuatan mistisisme angka seperti ini masih bertahan hingga sekarang.

Semisal angka 9, dapat diinterpretasikan secara bermacam-macam. Ternyata angka Sembilan tidak hanya sebagai angka keberuntungan, tetapi juga angka kenegatifan, misalnya Petrus Bungus yang menyamakan angka Sembilan dengan sakit dan kesedihan dan mengatakan bahwa mazmur kesembilan berisi ramalan antikristus.

Interpretasi lain yang telah dikenal sejak zaman kuno menekanan watak angka 9 yang nyaris sempurna. Troy dikepung selama 9 tahun, dan Odysseus menempuh perjalanan dalam rentang waktu yang sama. Sembilan malaikat dalam Dante adalah refleksi dari kesempurnaan angka 3, yang kemudian dilengkapi dengan Tuhan yang Esa yang meliputi segala sesuatu sehingga membentuk keutuhan 10. Interpretasi “surgawi” lain atas angka 9 bisa ditelisik dari perannya sebagai hasil 8 +1, keindahan agung dan tinggi.

Kedudukan 9 yang serupa bisa dijumpai di dalam filsafat Ikhwan ash Shafa dengan tingkat eksistensinya: satu pencipta, 2 jenis intelek, 3 jiwa. 4 jenis materi, 5 jenis alam, alam badaniah yang ditentukan dengan 6 arah, 7 langit berplanet, 2 x 4 unsur, dan terakhir 3 x 3 tingkat kerajaan bintang, tumbuhan dan mineral.

Menurut kosmologi Islam, alam semesta dibangun dengan 9 langit. Di luar bumi terdapat langit bulan. Di atasnya terdapat langit Merkurius dan Venus. Langit matahari merupakan titik tengah di antara 7 langit berplanet, dan, karenanya, sering disebut “Pusat Alam Semesta.” Tiga langit berplanet dan selebihnya adalah langit Mars, Yupiter, dan Saturnus. Di luar itu ada langit kedelapan, yakni langit yang berisi bintang-bintang dengan kedudukan tetap. Sampai di sini struktur alam semesta sama seperti yang dikemukakan oleh Ptolemy, tetapi astronom Tsabit ibn Qurrah dan Harran (w.901) menambahkan langit kesembilan untuk menjelaskan apa yang dianggapnya semacam “kacaunya panjang siang dan malam,” dan kebanyakan astronom Muslim mengikuti pendapat-pendapatnya. Langit kesembilan biasanya disebut falak al-falak, “langitnya langit”, dan langit kesembilan ini diyakini tidak mempunyai bintang (hal. 170).

Dalam sebuah artikel “Triskaidekaphobia” (ketakutan pada angka 13), Paul Holfman menulis di Smithsonian Magazine Februari 1987 bahwa fobia yang namanya sulit dieja ini “menelan biaya satu miliar dolar Amerika per tahun karena fobia itu menyebabkan orang mangkir dan pembatalan keberangkatan kereta dan pesawat terbang, serta mengurangi aktivitas perdagangan pada tanggal tiga belas setiap bulannya”.

Kenapa ketakutan ini terjadi? Apa yang menjadi tonggak permasalahan dengan angka 13 sehingga begitu fobianya? Dan apakah semua peradaban, angka 13 dianggap angka buntung?

Tradisi Kristen memandang ketakutan angka 13 ini sebagai sebuah kenangan akan Jamuan Terakhir. Waktu itu, salah seorang murid—ketiga belas—mengkhianati Yesus. Namun, munculya peran negatif angka 13 dalam peradaban-peradaban Timur Dekat dan budaya-budaya yang berasal darinya jauh lebih awal. Seperti 11, 13 adalah angka yang melampui sebuah sistem utuh yang dilambangkan dengan 12, angka zodiac. Masih dalam tradisi Kristen, dengan berpatokan pola 12 + 1 pada Jamuan Terakhir, sering disebut sebagai angka hierarki-hierarki infernal. Sama halnya, tukang-tukang sihir sering tampil dalam kelompok-kelompok 13. Angka ini secara umum dikaitkan dengan sihir dan black magig, dan di sini kotak magis yang bertalian dengan Mars memainkan peran penting, karena angka sentralnya adalah 13, dan jumlahnya selalu sama dengn 5 x 13.

Dalam dongeng Eropa, misalnya, 1 anak perempuan dan 12 anak laki-lakinya (yang kerap disihir menjadi binatang sehingga ia harus menyelamatkannya). Cerita-cerita Yunani. Kapten 13 dibuang ke dalam jurang yang sangat dalam sebagai awak terakhir, meski demikian ia selamat. Di Prancis, konon, setan selalu minta korban setiap orang ketiga belas yang melewati sebuah jembatan tertentu sebelum akhirnya diselamatkan oleh anggota ketiga belas dari sekelompok orang lain.

Tetapi tidak selalu angka 13 dianggap sebagai angka buntung, malah sebaliknya sebagai angka untung. Suku Maya, dalam agama Maya Kuno angka 13 mempunyai nilai yang penting. Dalam salah satu varian dari angka 19 angka ditambah dengan nol yang disebut dengan varian “berkepala,” 13 angka dibedakan dengan tanda kepala dewa yang berlainan. Selain itu, 20 tanda untuk hari-hari selama satu bulan dikombinasikan dengan angka-angka 1-13, dan penyusunan sebuah kalender dilakukan dengan ramalan (prognostication).

Sebagaimana dalam kebudayaan Maya Kuno, 13 juga dianggap sebagai angka sakral dan menguntungkan dalam tradisi Ibrani. Cabala memandangnya sebagai angka keberuntungan karena nilai numeriknya dalam bahasa Ibrani membentuk kata Ahad “Esa,” sifat terpenting Tuhan. Seorang peramal Kerajaan Talmud mengatakan bahwa “pada suatu hari nanti tanah Israel akan terbagi menjadi 13 bagian, dan ketiga belas akan jatuh ke tangan raja Isa.” Kabala dibagi menjadi 13 sumber surgawi, 13 pintu berkah, dan 13 sungai minyak balsam yang kelak akan dijumpai orang-orang salih di surga.

Dengan demikian, mengenai kesakralan suatu angka, untung-rugi yang diyakini di dalamnya belum tentu sama antara budaya satu dengan yang lain, antara keyakinan satu dengan yang lain. Sepertinya makna yang terkandung di dalam angka sangat bergantung dari interpretasi masyarakat yang dikontruks oleh cara pandang, keseharian, bahkan dikaitkan dengan suatu peristiwa yang terjadi dan menimpa salah satu tokoh yang dikagumi masyarakat. Dan, mungkin, bagi kita dalam menyermati misteri, rahasia dalam angka tersebut dengan bertanya: “bagaimana bila?” Itu jalan terbaik untuk keluar dari kungkungan angka yang bisa saja sampai hari ini menghambat pola pikir dan kemajuan manusia.

Judul : The Mystery Of Number: Misteri Angka-Angka Dalam Berbagai Peradaban Kuno dan Tradisi Agama Islam, Yahudi, dan Kriten

Judul Asli : The Mystery Of Number

Penulis : Annemarie Schimmel

Penerbit : Pustaka Hidayah

Tahun terbit : cetakan I, Oktober 2006

Tebal : 315 halaman

ISBN : 979-9109-65-5

Sumber : http://media.kompasiana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

Agama (8) Akhlaq (7) Arema (1) BBM (2) Bidan (2) BlackBerry (9) Cinta (16) Database (7) Fakta (18) Filosofi (2) Game (1) hacker (2) Hijab (1) hukum (1) Kamera (3) Kehidupan (16) kematian (3) Kesehatan (5) komputer (14) lucu (1) Lumajang (12) malang (12) misteri (8) Motor (5) Narkoba (1) nokia (1) Programing (18) Puisi (28) ramalan (5) remaja (9) Sejarah (3) sony (1) Sql (4) teknologi (5) Tips (21) wanita (20) wisata (24)

Pengikut