BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Akhlak terhadap diri sendiri pada dasarnya mutlak diperlukan oleh semua manusia utamanya bagi seluruh umat muslim. Seorang muslim adalah pemimpin bagi dirinya sendiri. Siapapun dia, seorang muslim tentu akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang telah diperbuat terhadap dirinya sendiri. Oleh karena itulah, Islam memandang bahwa setiap muslim harus menunaikan etika dan akhlak yang baik terhadap dirinya sendiri, sebelum ia berakhlak yang baik terhadap orang lain. Dan ternyata hal ini sering dilalaikan oleh kebanyakan kaum muslimin.
Secara garis besar, akhlak seorang muslim terhadap dirinya dibagi menjadi tiga bagian yaitu: terhadap fisiknya, terhadap akalnya, dan terhadap hatinya. Karena memang setiap insan memiliki tiga komponen tersebut dan kita dituntut untuk memberikan hak kita terhadap diri kita sendiri dalam ketiga unsur yang terdapat dalam dirinya tersebut. Namun, tanpa disadari seseorang telah berakhlak tidak baik pada dirinya sendiri. Misalnya saja merokok, seorang perokok bisa dikatakan berakhlak tidak baik pada dirinya sendiri. Karena dengan merokok, lama kelamaan akan menyebabkan paru-paru menjadi rusak dan hal itu sama artinya dengan kita tidak menjaga tubuh kita dengan baik atau berakhlak tidak baik pada diri sendiri. Ada satu hal yang kerap kali dilakukan oleh seseorang yang menurut pelakunya adalah hal biasa namun hal tersebut juga termasuk akhlak tidak baik pada diri sendiri yaitu begadang. Orang yang tidur terlalu larut malam sehingga hal itu dapat menyebabkan daya tahan tubuh berkurang.
Jadi, sebagai manusia atau sebagai seorang muslim yang baik hendaklah kita selalu berakhlak baik dalam hal apapun. Karena sesungguhnya, Allah SWT menciptakan manusia dengan tujuan utama penciptaannya adalah untuk beribadah. Ibadah dalam pengertian secara umum yaitu melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Manusia diperintahkan-Nya untuk menjaga, memelihara, dan mengembangkan semua yang ada untuk kesejahteraan dan kebahagiaan hidup. Dan Allah SWT sangat membenci manusia yang melakukan tindakan merusak yang ada. Karena Allah SWT membenci tindakan yang merusak maka orang yang cerdas akan meninggalkan perbuatan itu, menyadari bahwa jika melakukan perbuatan terlarang akan berakibat pada kesengsaraan hidup di dunia dan terlebih-lebih lagi di akhirat kelak, sebagai tempat hidup yang sebenarnya. Untuk itulah materi akhlak terhadap diri sendiri ini sangatlah penting untuk dipahami, dipelajari dan diteladani.
B. Rumusan Masalah
Makalah Akhlak Tasawuf dengan Tema Akhlak terhadap diri sendiri ini kami susun dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian akhlak terhadap diri sendiri?
2. Apa saja macam-macam akhlak terhadap diri sendiri itu?
3. Apa saja bentuk-bentuk akhlak terpuji terhadap diri sendiri itu?
4. Apa saja manfaat akhlak terhadap diri sendiri?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Agar pembaca dapat memahami tentang arti dan pentingnya akhlak terhadap diri sendiri.
2. Agar kita sebagai umat muslim senantiasa berakhlak baik dalam hal apapun karena Allah SWT menciptakan kita pada dasarnya untuk menjadi kholifah di bumi.
3. Agar pembaca senantiasa ingat kepada Allah SWT dan berakhlak baik terhadap diri sendiri dalam kehidupan sehari-hari.
D. Manfaat Penulisan
1. Sebagai penambah wawasan tentang apa itu akhlak terhadap diri sendiri serta pentingnya akhlak tehadap diri sendiri bagi kehidupan.
2. Sebagai pemacu dalam melaksanakan akhlak baik terhadap diri sendiri, yang sering kali dilupakan bahwa hal itu merupakan hal yang penting.
3. Sebagai referensi, sehingga baik penulis maupun pembaca dapat lebih menghargai diri sendiri dalam menjalani kehidupan di dunia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akhlak Terhadap Diri Sendiri
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akhlak Terhadap Diri Sendiri
Yang dimaksud dengan akhlak terhadap diri sendiri adalah sikap seseorang terhadap diri pribadinya baik itu jasmani sifatnya atau ruhani. Manusia dapat diperbaiki akhlaknya dengan menghilangkan akhlak-akhlak tercela. Di sinilah terletak tujuan pokok agama, yakni mengajarkan dan menawarkan sejumlah nilai moral atau akhlak mulia agar mereka menjadi baik dan bahagia dengan melatih diri untuk melakukan hal yang terbaik.[1][1] Iman tidak akan sempurna kecuali dengan menghiasi diri dengan Akhlak.[2][2]
Kita harus adil dalam memperlakukan diri kita dan jangan pernah memaksa diri kita untuk melakukan sesuatu yang tidak baik atau bahkan membahayakan jiwa. Sesuatu yang membahayakan jiwa bisa bersifat fisik atau psikis. Misalnya kita melakukan hal-hal yang bisa membuat tubuh kita menderita. Seperti; terlalu banyak begadang, sehingga daya tahan tubuh berkurang, merokok, yang dapat menyebabkan paru-paru kita rusak, mengkonsumsi obat terlarang, dan minuman keras yang dapat membahayakan jantung dan otak kita. Untuk itu kita harus bisa bersikap atau berakhlak baik terhadap tubuh kita. Selain itu sesuatu yang dapat membahayakan diri kita itu bisa bersifat psikis. Misalkan iri, dengki, munafik, dan lain sebagainya. Hal itu semua dapat membahayakan jiwa kita. Semua itu merupakan penyakit hati yang harus kita hindari. Hati yang berpenyakit seperti iri, dengki, munafik, dan lain sebagainya akan sulit sekali menerima kebenaran, karena hati tidak hanya menjadi tempat kebenaran dan iman tetapi hati juga bisa berubah menjadi tempat kejahatan dan kekufuran.
Untuk menghindari hal tersebut di atas maka kita dituntut untuk mengenali berbagai macam penyakit hati yang dapat merubah hati kita, yang tadinya merupakan tempat kebaikan dan keimanan menjadi tempat keburukan dan kekufuran. Seperti yang telah dikatakan bahwa diantara penyakit hati adalah iri, dengki, dan munafik. Maka kita harus mengenali penyakit hati tersebut.
1. Macam penyakit hati yaitu:
a. Dengki, Orang pendengki adalah orang yang paling rugi. Ia tidak mendapatkan apapun dari sifat buruknya itu. Bahkan pahala kebaikan yang dimilikinya akan terhapus. Islam tidak membenarkan kedengkian. Rasulullah bersabda: "Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "hati-hatilah pada kedengkian karena kedengkian menghapuskan kebajikan, seperti api yang melahap minyak." (H.R. Abu Dawud)
b. Munafik, Orang munafik adalah orang yang berpura-pura atau ingkar. Apa yang mereka ucapkan tidak sama dengan apa yang ada di hati dan tindakannya. Adapun tanda-tanda orang munafik ada tiga. Hal ini dijelaskan dalam hadits, yaitu:
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال :قال رسول الله صلعم "ايت المنافقين ثلاث, إذا حدث كذب وإذا وعد أخلف وإذا اؤتمن خان
Dari Abu hurairah r.a. Rasulullah berkata: " tanda-tanda orang munafik ada tiga, jika ia berbicara ia berdusta, jika berjanji ia mengingkari, dan jika diberi amanat ia berkhianat." (H.R. Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan an-Nisa'i)
2. Adapun cara untuk memelihara akhlak terhadap diri sendiri antara lain :
a. Sabar, yaitu perilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya. Sabar diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika ditimpa musibah.
b. Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.
c. Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua, muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain.
d. Shidiq, artinya benar atau jujur. Seorang muslim dituntut selalu berada dalam keadaan benar lahir batin, yaitu benar hati, benar perkataan, dan benar perbuatan.
e. Amanah, artinya dapat dipercaya. Sifat amanah memang lahir dari kekuatan iman. Semakin menipis keimanan seseorang, semakin pudar pula sifat amanah pada dirinya. Antara keduanya terdapat ikatan yang sangat erat sekali. Rasulullah SAW bersabda bahwa “ tidak (sempurna) iman seseorang yang tidak amanah dan tidak (sempurna) agama orang yang tidak menunaikan janji.” ( HR. Ahmad )
f. Istiqamah, yaitu sikap teguh dalam mempertahankan keimanan dan keislaman meskipun menghadapi berbagai macam tantangan dan godaan. Perintah supaya beristiqamah dinyatakan dalam Al-Quran pada surat Al- Fushshilat ayat 6 yang artinya “ Katakanlah bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka istiqamahlah menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya.” Shalat juga merupakan mekanisme untuk membersihkan hati dan mensucikan diri dari kotoran-kotoran dosa dan kecenderungan melakukan perbuatan dosa.[3][3]
g. Iffah, yaitu menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik dan memelihara kehormatan diri dari segala hal yang akan merendahkan, merusak, dan menjatuhkannya. Nilai dan wibawa seseorang tidak ditentukan oleh kekayaan dan jabatannya dan tidak pula ditentukan oleh bentuk rupanya, tetapi ditentukan oleh kehormatan dirinya.
h. Pemaaf, yaitu sikap suka memberi maaf terhadap kesalahan orang lain tanpa ada rasa benci dan keinginan untuk membalas. Islam mengajarkan kita untuk dapat memaafkan kesalahan orang lain tanpa harus menunggu permohonan maaf dari yang bersalah.
B. Macam-Macam Akhlak Terhadap Diri Sendiri
1. Berakhlak terhadap jasmani
a. Menjaga kebersihan dirinya
Islam menjadikan kebersihan sebagian dari Iman. Ia menekankan kebersihan secara menyeluruh meliputi pakaian dan juga badan. Rasulullah memerintahkan sahabat-sahabatnya supaya memakai pakaian yang bersih, baik, dan rapi terutamanya pada hari Jumat, memakai wewangian.
b. Menjaga makan minumnya
Bersederhanalah dalam makan minum, berlebihan atau melampaui dilarang dalam Islam. Sebaiknya sepertiga dari perut dikhaskan untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk bernafas.
c. Tidak mengabaikan latihan jasmaninya
Riyadhah atau latihan jasmani amat penting dalam penjagaan kesehatan, walau bagaimanapun ia dilakukan menurut etika yang ditetapkan oleh Islam tanpa mengabaikan hak-hak Allah, diri, keluarga, masyarakat dan sebagainya. Dalam arti ia tidak mengabaikan kewajiban sembahyang sesuai kemampuan diri, adat bermasyarakat dan lainnya.
d. Rupa diri
Seorang muslim mestilah mempunyai rupa diri yang baik. Islam tidak pernah mengizinkan budaya tidak senonoh, compang-camping, kusut, dan lainnya. Islam adalah agama yang mempunyai rupa diri dan tidak mengharamkan yang baik. Seseorang yang menjadikan rupa diri sebagai alasan tindakannya sebagai zuhud dan tawaduk, ini tidak dapat diterima karena Rasulullah yang bersifat zuhud dan tawaduk tidak melakukan begitu. Islam tidak melarang umatnya menggunakan nikmat Allah kepadanya asalkan tidak melampaui batas dan takabur.
2. Berakhlak terhadap akalnya
a. Memenuhi akalnya dengan ilmu
Akhlak Muslim ialah menjaganya agar tidak rusak dengan mengambil sesuatu yang memabukkan dan menghayalkan. Islam menyuruh supaya membangun potensi akal hingga ke tahap maksimum, salah satu cara memanfaatkan akal ialah mengisinya dengan ilmu. Ilmu fardh‘ain yang menjadi asas bagi diri seseorang muslim hendaklah diutamakan karena ilmu ini mampu dipelajari oleh siapa saja, asalkan dia berakal dan cukup umur. Nabi Muhammad menempati kedudukan sebagai manusia sempurna. Allah menciptakan microcosmos, manusia sempurna, dan insan kamil dengan perantaraan kesadaran keilahian-Nya diungkap pada diri sendiri.[4][4] Untuk itulah manusia harus berusaha untuk bisa menjadi insan kamil.
b. Penguasaan ilmu
Sepatutnya umat Islamlah yang selayaknya menjadi pemandu ilmu supaya manusia dapat bertemu dengan kebenaran. Kekufuran (kufur akan nikmat) dan kealfaan umat terhadap pengabaian penguasaan ilmu ini. Perkara utama yang patut diketahui ialah pengetahuan terhadap kitab Allah, bacaannya, tajwidnya, dan tafsirnya. Kemudian hadits-hadits Rasul, sirah, sejarah sahabat, ulama, dan juga sejarah Islam, hukum-hukum ibadah serta muamalah. Sementara itu umat islam hendaklah membuka tingkat pikirannya kepada segala bentuk ilmu, termasuk juga bahasa asing supaya pemindahan ilmu berlaku dengan cepat. Rasulullah pernah menyuruh Zaid bin Tsabit supaya belajar bahasa Yahudi dan Syiria. Diantara sahabat Rasululllah, Abdullah bin Zubair merupakan sahabat yang memahami dan menguasai bahasa asing. Beliau mempunyai seratus orang khadam yang masing-masing bertutur kata berlainan dan apabila berhubungan dengan mereka, dia menggunakan bahasa yang dituturkan oleh mereka.
3. Berakhlak terhadap jiwa
Manusia pada umumnya tahu benar bahwa jasad perlu disucikan selalu, begitu juga dengan jiwa. Pembinaan akhlak secara efektif dengan memperhatikan faktor kejiwaan, menurut ahli penelitian para psikolog bahwa kejiwaan manusia berbeda-beda menurut perbedaan tingkat usia. Untuk itu perlu adanya suatu cara dalam membersihkan jiwa manusia. Pembersihan jiwa beda dengan pembersihan jasad. Ada beberapa cara membersihkan jiwa dari kotorannya, diantaranya:[5][5]
a. Bertaubat
b. Bermuraqabah
c. Bermuhasabah
d. Bermujahadah
e. Memperbanyak ibadah
f. Menghadiri lembaga-lembaga ilmu
C. Bentuk-Bentuk Akhlak Terpuji Terhadap Diri Sendiri
1. Berilmu
a. Nilai positif berilmu bagi diri sendiri:
1) Memperoleh kepuasan batin
2) Dapat mencapai taraf hidup yang lebih baik
3) Dapat melaksanakan ajaran agama secara benar
4) Dapat menambah keimanan kepada Allah SWT
5) Memperoleh pahala di sisi Allah SWT
6) Terangkat derajatnya
b. Nilai positif berilmu bagi orang lain:
1) Memberi jalan terang dalam memberi petunjuk, pengarahan, dan saran
2) Tempat orang bertanya dalam mengatasi masalah
3) Dapat membantu orang lain dalam menyelesaikan persoalannya
c. Membiasakan bersikap berilmu:
1) Memiliki semangat untuk menguasai ilmu tentang hal-hal yang belum diketahui
2) Rajin mendatangi lembaga-lembaga ilmu untuk memperoleh tambahan ilmu
3) Rajin mendatangi pengajian untuk memperoleh ilmu keagamaan
4) Cukup ringan mengeluarkan biaya demi tercapainya suatu ilmu
5) Gemar bergaul dengan orang yang berilmu untuk mendapatkan tambahan ilmu
2. Kerja keras
a. Nilai positif kerja keras:
1) Terpuji dalam pandangan Allah SWT
2) Terpuji dalam pandangan sesama manusia
3) Dapat diharapkan mencapai hasil yang maksimal sehingga lebih semangat
4) Tercukupinya kebutuhan hidup karena Allah memberikan rahmat untuk hambanya yang mau berusaha
5) Memperoleh kepercayaan dari sesama manusia
b. Membiasakan bersikap kerja keras:
1) Selalu menyadari bahwa hasil dari jerih payahnya sendiri lebih terpuji dan mulia daripada menerima pemberian orang lain
2) Islam memuji sikap kerja keras dan mencela meminta-minta
3) Memiliki semboyan tidak suka mempersulit orang lain
4) Menyadari sepenuhnya bahwa memberi lebih mulia daripada meminta
3. Kreatif, produktif, inovatif
a. Nilai positif kreatif, produktif, inovatif:
1) Dapat mengikuti perkembangan zaman
2) Memperoleh hasil yang cukup banyak dari karyanya
3) Tercukupi kebutuhan hidupnya
4) Memperoleh kepuasan batin
5) Bertambah banyaknya hubungan persaudaraan
b. Membiasakan bersikap kreatif, produktif, inovatif:
1) Berusaha untuk menciptakan lapangan kerja baru
2) Berusaha mengembangkan kemampuan yang dimiliki
3) Mengutamakan kualitas produk dengan harga yang terjangkau di pasaran
4) Memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
5) Selalu mengadakan evaluasi hasil usahanya
6) Memiliki tekad bahwa besok harus lebih baik dari hari ini
D. Manfaat Akhlak Terhadap Diri Sendiri
1. Berakhlak terhadap jasmani:
a. Jauh dari penyakit karena sering menjaga kebersihan
b. Tubuh menjadi sehat dan selalu bugar
c. Menjadikan badan kuat dan tidak mudah lemah
2. Berakhlak terhadap akalnya:
a. Memperoleh banyak ilmu
b. Dapat mengamalkan ilmu yang kita peroleh untuk orang lain
c. Membantu orang lain
d. Mendapat pahala dari Allah SWT
3. Berakhlak terhadap jiwa:
a. Selalu dalam lindungan Allah SWT
b. Jauh dari perbuatan yang buruk
c. Selalu ingat kepada Allah SWT
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan tentang akhlak terhadap diri sendiri maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Akhlak terhadap diri sendiri adalah sikap seseorang terhadap diri pribadinya baik itu jasmani sifatnya atau ruhani.
2. Akhlak terhadap diri sendiri dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu akhlak terhadap jasmani, akhlak terhadap akal, dan akhlak terhadap jiwa.
3. Bentuk-bentuk akhlak terpuji terhadap diri sendiri adalah berilmu, kerja keras, kreatif, produktif, dan inovatif.
4. Manfaat akhlak terhadap diri sendiri:
a. Berakhlak terhadap jasmani:
1) Jauh dari penyakit karena sering menjaga kebersihan
2) Tubuh menjadi sehat dan selalu bugar
3) Menjadikan badan kuat dan tidak mudah lemah
b. Berakhlak terhadap akalnya:
1) Memperoleh banyak ilmu
2) Dapat mengamalkan ilmu yang kita peroleh untuk orang lain
3) Membantu orang lain
4) Mendapat pahala dari Allah SWT
c. Berakhlak terhadap jiwa:
1) Selalu dalam lindungan Allah SWT
2) Jauh dari perbuatan yang buruk
3) Selalu ingat kepada Allah SWT
B. Saran
1. Dengan adanya pembahasan tentang akhlak terhadap diri sendiri ini diharapkan pembaca dapat menentukan sikap yang baik terhadap dirinya sehingga jasmani dan ruhaninya tetap terjaga.
2. Akan lebih baik apabila setiap manusia senantiasa melakukan akhlak terpuji bagi dirinya sendiri dengan demikian manusia akan bisa menjadi insan kamil.
3. Semoga pembaca lebih berusaha untuk memahami dan menerapkan akhlak-akhlak kharimah utamanya akhlak terhadap dirinya sendiri sehingga kehidupannya selalu disertai dengan kebahagiaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar